About Me

My photo
Cirebon, Jawa Barat, Indonesia

Friday 18 October 2013

Peranan hukum dalam dalam kehidupan demokrasi

Peranan hukum dalam dalam kehidupan demokrasi

Oleh : Maedi
A.  Pendahuluan
Pergantian kepemimpinan nasional biasanya dilatarbelangi oleh munculnya berbagai macam tuntutan masayarakat terkait dengan persoalan multidimensional dari mulai krisis ekonomi, sosial, , kemanusiaan sampai krisis politik yang menimbulkan arus perubahan hingga  berujung pada pemakzulan atau pergantian kepemimpinan ( suksesi )[1].
Agenda perubahan yang digulirkian mahasiswa, cendikiwan  dan tokoh masyarakat adalah adanya kesejahteraan rakyat , kebebasan berpendapat dan kepastian hukum. Artinya peran pemerintah sebagai pelayan masyarakat harus  diimplementasi dalam kehidupan sehingga masyarakat bisa merasakan hasil dari kebijakan  bukan ingin dilayani masyarakat.
Secara sosiologis yang mendasari  munculnya ide atau gagasan  perubahan karena
1.     Bertambahnya jumlah tuntutan dan kebutuhan
2.     Bertambahnya sifat kebutuhan dan tuntutan
3.     Munculnya tuntutan akan kebebasan
4.     Bertambahlebarnya jurang pemisah antara pemerintah dengan yang diperintah
5. Hilangnya keseimbangan antara kekuasaan eksekutif,legeslatif dan yudikatif dengan enitikberatkan pada kekuasaan eksekutif.[2]
Dari kelima akar masalah, yang mendasari munculnya gagasan perubahan yang dimotori oleh kaum cendikiawan terdidik yang bermuara pada upaya manusia untuk mempertahankan hidupnya yang di implementasikan dalam kehidupan sehari-hari dalam masyarakat yang bersifat dinamik , melalui imigrasi dan mobilitas sosial serta berhubungan dengan ekonomi dan proses produksi.
Pada konteks kehidupan politik di masyarakat  Indonesia , kelima unsur itulah yang melahirkan gerakan-gerakan  mengarah pada pergantian kepemimpinan. Sehingga punyakny pada tahun 1998 dengan lengsernya Presiden Suharto dari tampuk kekuasaanya yang digantikan Prof. Habibi selaku wakil Presiden saat itu.
Suasana eforia , masyarakat Indonesia  mulai mucul sehingga ide dan gagasan untuk melakukan reformasi disegala bidang menjadi agenda utama yang disuarakan dari kalangan masyarakat terdidik sampai masyarakat biasa.
Dari rezim otoriter yang kental dengan tindakan refresif hingga pembunuhan yang tidak sefaham dengan pemerintah menuju suasana demokratis, dimana masyarakat bisa menyuarakan aspirasinya ketika hak-haknya terdzolimi.
Namun ditengah eforia masyarakat muncul satu kejenuhan karena rentetan-rentetan masalah belum juga tuntas ditambah lemahnya perangkat hukum, sehingga kebebasan yang dirasakan belum menyelesaikan maslah malahan semakin memperbesar masalah .
Dari uraian diatas saya mencoba membahas  beberapa hal yang berkaitan dengan peran hukum dan kedudukanya ditengah masyarkat demokratis, pranata sosial , prinsip dasar pemerintahan yang dipakai sebagai acuan dan hukum dan peraturan guna menata kehidupan bermasyarakat supaya tertib , aman dan terkendali. 
B.    Pranata sosial
Kemajuan masyarakat terletak pada usaha tiap-tiap orang yang menjadi anggotanya, agar kehidupan bersama bisa berjalan dengan baik seperti yang diharapkan , perlu adanya aturan dan tata tertib . Perlunya tata tertib untuk mengatur kepentingan bersama sehingga dengan demikian masyarakat terhindar dari hal-hal yang merugikan.[3]
Dalam sistem kenegaraan yang diterapkan di Negara Indonesia mengalami dinamika dan perubahan dimulai dari , demokrasi parlementer atau liberal, demokrasi terpimpin , demokrasi pancasila hingga orde reformasi sering di gaungkan oleh para pakar, praktisi dan akatifis yang mengarah pada proses demokratisasi[4].
Sistem –sistem tersebut bermuara pada upaya untuk mewujudkan sebuah pranata sosial yang baik yang berpihak pada subuah tatanan masyarakat yang adil, sejahtera, aman dan berpihak pada rakyat.
Demokrasi adalah bentuk pemerintahan yang semua warga negaranya memiliki hak setara dalam pengambilan keputusan yang dapat mengubah hidup mereka. Demokrasi mengizinkan warga negara berpartisipasi—baik secara langsung atau melalui perwakilan—dalam perumusan, pengembangan, dan pembuatan hukum . Demokrasi mencakup kondisi sosial, ekonomi, dan budaya yang memungkinkan adanya praktik kebebasan politik secara bebas dan setara[5]
Akan tetapi terjadi sebuah distorsi antara sebuah ide demokratisasi dengan pemahaman antara pemerintah dengan masyarakat. Disatu sisi pemerintah masih mempertahankan pola lama tentang kinerja yang ingin dilayani dan dihargai sebagai pekerja birokrasi tetapi disisi lain masyarakat menginginkan kebebasan tanpa batas yang cenderung melanggar norma – norma etika dan hukum yang berlaku di negara yang berlandasan hukum, sehingga cenderung mengarah pada anarkis ketika masyarakat menuntut adanya keinginan yang diajukan.
Esensi dari demokrasi menurut Prof. Amin Rais[6]  ada empat yakni; kebebasan berpendapat, kebebasan beribadah, kebebasan dari rasa takut, kebebasan untuk sejahtera. Ketika esensi tersebut dilanggar pemerintah yang cenderung korporitas otoriter, pluralis otoriter, birokratik otoriterdan lain sebagianya , maka tatanan yang kan dibangun yang mengarah pada kesejahteraan dan kemakmuran rakyat tidak akan tercapai sesuai dengan amanah undang-undang negara. Maka dibuatlah sebuah aturan dan prinsip untuk membangun norma sosial agar tercapai sebuah suasana dan kehidupan bermasyarakat yang aman dan tentram sesuai dengan esensi demokrasi yakni kebebsan untuk sejahtera dan aman.
Pranata sosial pada dasarnya mempunyai maksud serta tujuan yang secara prinsip tidak berbeda dengan norma-norma sosial, karena pranata sosial sebenarnya memang produk dari norma sosial.
C.  Prinsip dasar pemerintahan
Sebenarnya pemikiran mengenai pemerintahan sudah lama dibahas dikalangan para pemikir dan pakar. Kalau kita teliti lembaran sejarahnya, maka orang-orang yunani kuno dengan tokoh-tokohnya seperti Plato dan Aristoteles telah meneliti secara mendasar tentang persoalan-persoalan tersebut. Pada permulaanya dikenal dua klasifikasi dari bentuk-bentuk pemerintahan yakni : 
1.     Klasifikasi tri bagian
2.     Klasifikasi dwi bagian[7]
Pada konteks kesatuan RI memapakai prinsip dasar pemerintahan demokratsis dengan sistem republik. Dengan bentuk republik dimaksudkan pemerintahan dimana seluruh rakyat ( demokrasi ) atau sebagian rakyat ( aristokrasi ) memegang kekuasaan tertinggi.[8]
Dalam arti luas  (  Mac Iver dalam Sulistyati Ismail ) [9] , bahwa republik dapat diartikan bahwa setiap negara yang tidak dikepalai oleh seorang raja dan mempunyai suatu sistem pemilihan untuk jabatan-jabatan tertentu bagaimanapun batasanya adalah pemrintahan republik.
Perbedaan pemerintahan monarki terbatas dengan republik ialah bahwa dalam demokrasi republik  kepala negara tidak mendapatkan haknya karena keturunan tetapi karena dipilih .Pemerintahan demokratis republik masih dapat dibedakan menjadi dua yaitu atas dasar perbedaan fungsi dari kepala negara ( presiden ) yang dipilih yaitu :
1.    Presiden hanya mempunyai fungsi upacara , berdiri diatas pertentangan partai-partai artinya hanya sebagi simbol
2.  Presiden peranya bukan hanya suatu simbol akan tetapi memimpin secara langsung pemerintahanya. Oleh karena itu presiden disini berdiri sendiri terpisah dari legeslatif.
Dari pemaparan diatas bahwa masing-masing institusi negara memiliki peran dan fungsinya baik legeslatif, yudikatif maupun eksekutifnya.
D.    Hukum dan peraturan perundang-undangan.
Hukum memiliki pengertian yang beragam karena memiliki ruang lingkup dan aspek yang luas. Hukum dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan, disiplin, kaedah, tata hukum, petugas (hukum), keputusan penguasa, proses pemerintahan, perilaku yang ajeg atau sikap tindak yang teratur dan juga sebagai suatu jalinan nilai-nilai. Hukum juga merupakan bagian dari norma, yaitu norma hukum[10]
Pembangunan hukum senantiasa menuntut adanya Visi dari proses yang secara sadar diarahkan pada pertumbuhan dan pembangunan hukum. Pembangunan hukum tidak mungkin bisa dipercayakan dan tergantung pada penguasa saja karena eksistensi hukum tidak bisa dilepaskan dari dinamika sosial.[11]
Artinya tanggung jawab semua elemen masyarakat dalam membuat sebuah aturan hukum yang tentunya disesuaikan dengan kondisi dan dinamika masyarakat yang berkembang saat itu agar tidak disalah artikan atau di tafsirkan untuk kepentingan penguasa. Walaupun kewenangan penguasa dalam mengatur dan menertibkan warga negara ke arah yang lebih tertib dan teratur sehingga terwujudnya tujuan dari sebuah negara.
Menurut Goerge dan Thomas dalam Pengantar Ilmu Politik[12] , bahwa Undang-undang dasar suatu negara adalah kesatuan peraturan yang mencakup beberapa ketentuan yaitu yang membagikan beberapa kekuasaan pemerintah kepada cabang – cabang pemerintah yang menentukan bagaimana kekuasaan-kekuasaan ini dipergunakan yang menentukan otoritas pemerintah atas rakyatnya. Sementara M.H Lipman mengatakan bahwa undang – undang dasar diberi batasan sebagai suatu kumpulan norma-norma atau aturan-aturan standar yang mangatur hubungan hukum antara pemerintah dengan warga negaranya.
Sifat undang-undang dasar merupakan pihak yang menentukan bentuk dari pada negara , mengandung empat unsur ;
1.     Penentuan cara-cara mengorganisir negara
2.     Mengatur pembagian kekuasaan
3.     Menentukan lapangan serta cara-cara pelaksanaan fungsi pemerintah
4. Mengatur hubungan pemerintah terhadap rakyat atas kekuasaan yang dijalankan pemerintah.
Norma itu sendiri merupakan bahasa latin yang dapat diartikan sebagai suatu ketertiban, preskripsi atau perintah. Sistem norma yang berlaku bagi manusia sekurang-kurangnya terdiri atas norma moral, norma agama, norma etika atau kesopanan dan norma hukum. Norma hukum adalah sistem aturan yang diciptakan oleh lembaga kenegaraan yang ditunjuk melalui mekanisme tertentu. Artinya, hukum diciptakan dan diberlakukan oleh institusi yang memiliki kewenangan dalam membentuk dan memberlakukan hukum, yaitu badan legislatif. Hukum merupakan norma yang memuat sanksi yang tegas. Di Indonesia, istilah hukum digunakan dalam kehidupan sehari-hari untuk menunjukkan norma yang berlaku di Indonesia. Hukum Indonesia adalah suatu sistem norma atau sistem aturan yang berlaku di Indonesia. Sistem aturan tersebut diwujudkan dalam perundang-undangan.
Pasal 7 UU No. 10 Tahun 2004 tentang tata urutan perundang-undangan, jenis dan hierarki perundang-undangan menyebutkan bahwa hierarki perundang-undangan Indonesia meliputi; pertama UUD 1945, yang merupakan peraturan negara atau sumber hukum tertinggi dan menjadi sumber bagi peraturan perundang-undangan lainnya. Kedua, UU/Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perpu), kewenangan penyusunan undang-undang berada pada DPR denga persetujuan bersama dengan presiden. Dalam kepentingan yang memaksa presiden bisa mengeluarkan Perpu. Ketiga, Peraturan Pemerintah (PP), yang berhak menetapkan PP adalah presiden. Dalam hal ini presiden melakukan sendiri tanpa persetujuan dari DPR. Keempat adalah Peraturan Presiden, di dalamnya berisi materi yang diperintahkan oleh undang-undang atau materi untuk melaksanakan peraturan pemerintah. Selanjutnya adalah Peraturan Daerah (Perda). Perda ini meliputi Perda provinsi, Perda kabupaten/kota dan peraturan desa atau peraturan yang setingkat. Adapun wewenang untuk menetapkan Perda berada pada kepala daerah atas persetujuan DPRD.[13]
Menurut Raymond garfied Gettel dalam pengantar ilmu politik [14], ada empat cara yang dapat menyebabkan tumbuhnya undang-undang dasar yaitu ;
1.     Evolusi
2.     Revolusi
3.     Hadiah
4.     Dan karena pekerjaan yang teliti dan cermat
Dari pemparan diatas bahwa untuk membuat sebuah peraturan dibutuhkan sebuah perjuangan dan pengorbanan yang tidaklah mudah. Artinya harus ada sesuatu yang dikorbankan dan diperjuangkan yang terkadang jiwa dan ragapun harus di relakan demi tegaknya sebuah aturan sehingga roda pemerintahan berjalan sesuai tuntutan zaman sehingga kenyamanan dan keamanan dirasakan oleh semua warga masyarakat.
E.  Kesimpulan
Peran pemerintah dalam mengarahkan dan menuntun warga masyarakatnya dibutuhkan sebuah perangkat yakni lewat peraturan perundang-undangfan. Untuk mewujudkan masyarakat yang demokratsi butuh pemahaman dari warganya secara universal dan utuh sehingga tidak disalah tafsirkan oleh warganya. Kebebasan berpendapat lewat akasi-aksi demonstrasi yang merupakan bagian dari proses demoktratisasi harus diiringan penegakan hukum lewat peraturan perundang-undangan agar jangan sampai mengarah pada anarkisme yang justru merugikan dan meresahkan warga negara yang lainya. Penyelenggaraan pemerintahan pun harus dikawal atau dikontrol dengan penegakan hukum sehingga tidak terjadi penyelewengan dan penyalahgunaan wewenang. Kesadaran hukum dari semua fihak baik masyarakat, pemerintah dan penegak hukum untuk mengusung tegaknya keadilan dan kesejahteraan bagi warganya sehingga terwujudnya masyarakat yang damai, tentram lewat payung hukum sesuai perundang-undang yang disepakati.


Daftar Pustaka

1.   Amin Rais, Prof  ; Suara Amin Rais Suara rakyat, Penerbit Gema Insan Pres Jakarta Tahun 1998
2.     Abu Ahmadi, Drs, H ; Sosiologi Antropologi Penerbit Ramadhani Solo Tahun 1989
3.     Rani Setiani Sujana : Pengertian Hukum dan Norma serta hirarki Perundang-undangan :  http syeahaceh worpress.com,  tahun 2009                                               
4.     Sulistyati Ismail Drs, Pengantar Ilmu Politik , Penerbit  Ghalia Indonesia Jakarta  Tahun 1987
5.  Mohtar Mas’ud, DR , Kritik Sosial Dalam wacana Pembangunan Penerbit  UII Press  Yogyakarta 1997
6.     Wikipedia Enksiklopedia Bebas



[1] Istilah suksesi pernah dimunculkan oleh tokoh reformasi Prof Amin Rais  tahun 1993 yang kemudian bergulir pada gerakan mahasiswa  untuk  menuntut mundurnya  Suharto dari tampuk kepemimpinan.  Lihat “ Suara Amin rais Suara rakyat  “ hal 25. Penerbit Gema Insan Pres.
[2] Drs. H Abu Ahmadi ; Sosiologi dan Antropologi Penerbit ramadhani- Solo thn 1989
[3] Ibid  Abu Ahmadi ; Sosiologi dan Antropologi  hal 9.
[4] Ibid ,  dalam Suara Amin Rais Suara rakyat oleh Prof Amin Rais .
[5] Lihat Wikipedia Enksiklopedia Bebas.
[6] Ibid  hal 31
[7] Sulistyati Ismail, Pengantar Ilmu Politik , Penerbit  Ghalia Indonesia Jakarta  - 1987
[8] Ibid hal 131
[9] Ibid hal 136
[10] Rani Setiani Sujana : Pengertian Hukum dan Norma serta hirarki Perundang-undangan :  http syeahaceh worpress.com,  tahun 2009
[11] Artidji alkaotsar  : Pembangunan hukum dan keadilan dalam Kritik Sosial dalam wacana Pembangunan , Penerbit UII Press Yogyakarta.
[12] Ibid  Sulistyati Ismail, Pengantar Ilmu Politik , Penerbit  Ghalia Indonesia Jakarta  - 1987 hal 101
[13] Ibid  Rani Setiani Sujana : http syeahaceh worpress.com
[14] Ibid hal 103