About Me

My photo
Cirebon, Jawa Barat, Indonesia

Thursday 29 November 2012

Kepemimpinan



Oleh : Maedi 

A.Pendahuluan 

Dalam suatu acara yang disiarkan media elektronik tv swasta[1] bahwa “ Indonesia telah gagal menjadi suatu bangsa”. Informasi itu berasal dari LSM asing yang mengamati kondisi dan perkembangan Indonesia dari awal reformasi hingga sekarang, yang syarat dengan nuansa kekerasan, kebebasan tanpa aturan, pelanggaran hak-hak azasi manusia, pelanggaran hukum, korupsi. 

Fenomena diatas sering kita saksikan disekitar lingkungan kita baik langsung maupun lewat penayangan berita tv. Hal ini sepertinya “negara tidak diurus “ dan aturan tidak tegas, tentunya yang disorot adalah gaya dan tipe kepemimpinan yang memiliki kebijakan didalam mengelola dan mengatur negara tersebut. Walaupun sepenuhnya bukan pemimpin  yang menanggung itu semua. Tetapi karena menyangkut masalah aturan dan manajerial pengelolaan negara maka sorotan tajam ditujukan pada gaya kepemimpinan dari seorang pemimpin. 

Dalam khasanan Yunani kuno kita menemuka ungkapan  ; “Proses pembusukan ikan mati berasal dari kepala, lalu menjalar ke seluruh tubuhnya,” Dalam konteks ini simbol kepala adalah pemimpin sedangkan seluruh badanya merupakan bawahan atau sesuatu yang dipimpin.[2] 

Maju mundurnya suatu bangsa, lembaga , organisisai tergantung siapa yang memimpin dan dipimpin. Hal ini menunjukan peran pemimipin sangat strategis dalam menjalankan roda kepemimpinanya. Ketika pemimpin itu benar dalam menjalankan kepemimpinanya secara profesional, maka akan berpengaruh terhadap kinerja bawahanya. Begitu pula sebaliknya ketika pemimpinya tidak profesional maka bawahanya tidak akan menjalankan peran dan fungsinya sebagia bawahan. 

Pernyataan lewat falsafah Yunani kuno memberi makna kepada kita , beberapa faktor pemimpin atau pimpinan mempunyai pengaruh yang besar bagi yang dipimpinya. Sehingga setiap penyalahgunaan kepemimpinan, jelas akan besar pengaruhnya terhadap masyarakat atau bawahan yang dipimpinya.[3]. Seorang pemimpin mempunyai efek langsung dan tidak langsung terhadap lingkungan organisasinya. Efek tersebut sangat bergantung pada konsistensi, oleh karena itu hasilnya sangat berbeda dengan hasil yang ditunda. Misalnya yang dilayani menjadi puas dalam waktu relatif singkat setelah dilakukan eleminasi layanan yang kurang bermanfaat, seperti melalui pelatihan singkat terhadap anggota, karyawan atau bawahan. Dalam jangka waktu tertentu, hal itu akan membawa efek terhadap produktifitas organisasi atau lembaga.[4] 

Pada wilayah pendidikan upaya meningkatkan mutu pendidikan yang sesuai dengan amanat Undang-Undang No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), sebagai substansi dari Undang-Undang Sisdiknas tersebut nampak jelas dari visinya, yakni terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manuasia yang berkualitas sehingga mampu proaktif menjawab tantangan zaman.[5]  Untuk mewujudkan cita-cita diatas diperluka upaya dan usaha dari kepala sekolah ( pemimpin ) untuk mengoptimalkan segala kemampuanya didalam mengembangkan dan meningkatkan mutu pendidik dan tenaga kependidikan yang dinilai sangat vital dan strategis. Dia ( kepala sekolah ) yang akan menentukan berhasil dan tidaknya sebuah lembaga pendidikan dalam mengelola dan menghasilkan lulusanya. 

Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah melalui optimalisasi peran kepala sekolah. Idochi Anwar dan Yayat Hidayat Amir mengemukakan bahwa “ kepala sekolah sebagai pengelola memiliki tugas mengembangkan kinerja personel, terutama meningkatkan kompetensi profesional guru.” Perlu digarisbawahi bahwa yang dimaksud dengan kompetensi profesional di sini, tidak hanya berkaitan dengan penguasaan materi semata, tetapi mencakup seluruh jenis dan isi kandungan kompetensi sebagaimana telah dipaparkan di atas. Dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional , terdapat tujuh peran utama kepala sekolah yaitu, sebagai : (1) educator (pendidik); (2) manajer; (3) administrator; (4) supervisor (penyelia); (5) leader (pemimpin); (6) pencipta iklim kerja; dan (7) wirausahawan.[6] 

Dari gambaran diatas sangatlah jelas dan gamblang bahwa kepemimpinan atau pemimpin sangat menentukan maju mundurnya sebuah bangsa, organisasi atau lembaga. Pemimpin dituntut memiliki kompetensi untuk mengembangkan potensi demi memajukan lembaga , organisasi yang dikelolanya. 

Maka didalam tulisan ini akan dibahas mengenai pengertian pemimpin dan tipeloginya yang kaitanya dengan kondisi realita yang kita saksikan sudah sejauhmana antara teori kepemimpinan dengan fakta dilapangan yang kita saksikan, apakah ada kesamaanya ( teori dan praktik ) ..? kalau  ditemukan.., apa penyebabnya yang kemudian kita kaji secara kritis.., Kemudian dijadikan bahan kajian teori kepemimpinan.

B.Pengertian atau Definisi Pemimpin

Secara hakiki kepemimpinan telah berkembang sejak manusia dilahirkan dimuka bumi, dimana setiap mempunya arti, maksud mulai dari yang kongkrit rasional sampai pada abstrak irasional. Semtara secara konseptual kepemimpinan mempunyai arti yang berfariasi tergantung orang yang mendefinisikan [7] 
Artinya setiap orang mendefinisikan kepemimipinan berdasarkan persfektif dan latar belakang pendidikan, kondisi pemahamanyanya sehingga menghasilkan beragam pendapat.
Sebagai gambaran dapat dikemukakan beberapa definisi sebagai landasan konseptual sebagai berikut   :
1.      Kepemimpinan adalah pengaruh antar pribadi yang dijalankan dalam suatu situasi tertentu. Serta diserahkan melalui proses komunikasi ke arah pencapaian satu atau beberapa tujuan tertentu.
2.      Menurut Jacob dan Jacques mendefinisikan pemimipn adalah ebuah proses memberi arti ( pengarahan yang berarti terhadap usaha kolektif dan yang mengakibatkan kesediaan untuknmelakukan usaha kolektif dan yang menakibatkan kesediaan untuk melakukan usaha yang diinginkan untuk mencapai sasaran.[8]
Dalam kaitanya dengan organisasi atau lembaga, kata pemimpin mengandung makna yaitu kemampuan untuk menggerakkan segala sumber yang ada pada suatu organisasi, sehingga dapat didayagunakan secara maksimal untuk mencapai tujuan yang ditetapkan.[9] 
Dalam bahasa Indonesia "pemimpin" sering disebut penghulu, pemuka, pelopor, pembina, panutan, pembimbing, pengurus, penggerak, ketua, kepala, penuntun, raja, tua-tua, dan sebagainya. Sedangkan istilah Memimpin digunakan dalam konteks hasil penggunaan peran seseorang berkaitan dengan kemampuannya mempengaruhi orang lain dengan berbagai cara.
Istilah pemimpin, kemimpinan, dan memimpin pada mulanya berasal dari kata dasar yang
sama "pimpin". Namun demikian ketiganya digunakan dalam konteks yang berbeda.
Pemimpin adalah suatu lakon/peran dalam sistem tertentu; karenanya seseorang dalam peran formal belum tentu memiliki ketrampilan kepemimpinan dan belum tentu mampu memimpin. Istilah Kepemimpinan pada dasarnya berhubungan dengan ketrampilan, kecakapan, dan tingkat pengaruh yang dimiliki seseorang; oleh sebab itu kepemimpinan bisa dimiliki oleh orang yang bukan "pemimpin".
Arti pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan, khususnya kecakapan/ kelebihan di satu bidang sehingga dia mampu mempengaruhi orang-orang lain untuk bersama-sama melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi pencapaian satu atau beberapa tujuan. Pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan - khususnya kecakapan-kelebihan di satu bidang , sehingga dia mampu mempengaruhi orang lain untuk bersama-sama melakukan aktivitas-aktivitas tertentu untuk pencapaian satu beberapa tujuan.[10]  
Dari pemaparan diatas bahwa tugas seorang pemimpin tidaklah sebuah pekerjaan ringan akan tetapi merupakan amanah atau titipan yang harus diemban dan dijalankan dengan sungguh-sungguh –, dimana setiap waktu harus meluangkan waktu, tenaga, dan fikiran untuk  mencurahkan, memajukan dan menggerakan roda kepemimpinanya guna tercapai sebuah cita-cita dan tujuanya. Maka seorang pemimpin sangat dibutuhkn modal dan tenaga besar guna mewujudkan cita-cita dan tujuanya. Ada beberapa langkah yang harus dilakukan seorang pemimpin didalam menjalankan roda kempemimpinaya guna tercapai cita-cita dan tujuanya. Hal ini harus ditempuh dan dilakukan dengan kemauan dan ketulusan . Langkah-langkah yang mesti ditempuh bagi seorang pemimpin sebagaimana dikatakan Ahmad syaf’i Ma’arif  adalah ;
1. Mengembangkan wawasan makro dan global dalam masalah-masalah Islam dan kemanusian. Artinya seorang pemimpin jangan sampai lepas dalam wacana keilmuan dan pengetahuan, sekali kita melepaskan wawasan dan pengetahuan maka akan ditelan cakrawala kehidupan yang semakin maju dan pesat, bahkan kita akan ditinggalkan sejarah.
2.      Perlu ditumbuhkan akhlak kepemimpinan yang menjelma dalam bentuk ketauladan yang terkristal dalam ungkapan ; “ memimpin untuk melepaskan “ . Artinya seorang pemimpin jangan terlalu lama menempati posisi puncak, perlu ada mekanisme kepemimpinan yang harus dirumuskan secara jelas yaitu berdasarkan pemahaman yang benar berdasarkan sumber2 yang otentik .
3.  Membudayakan rasa tanggung jawab dan mantap dengan pendekatan dialogis dalam membenahi sebuah sistem yang salah. Ketika pemimpin akan mengeluarkan kebijakan tanpa ada proses musyawarah ( dialogis ) maka akan terjadi miskomunikasi sehingga memunculkan berbagai macam persepsi. Kalau kondisi ini dibiarkan maka akan terjadi pembangkangan yang disebabkan
4. kurangnya komunikasi lewat budaya dialogis. Budaya dialogis akan mencairkan ketegangan.[11] 
Disadari atau tidak bahwa kehidupan yang kita jalani saat ini merupakan rentetan-rentetan  persoalan, dari mulai yang kecil sampai persoalan yang besar dan seorang pemimpin harus peka,  tanggap terhadap gejala-gejala yang mengarah akan munculnya masalah sehingga bisa ditangani secara dini sebelum persoalan itu melebar. Ketiga langkah yang ditawarkan Ahmad syafi’i ma’arif  merupakan resep cerdas, bekal bagi seorang pemimpin ketika menghadapi persoalan internal maupun eksternal dan ini bisa diterapkan pada tataran kepemimpinan disemua level apakah pendidikan maupun non pendidikan, baik formal maupun non formal.
C.Tipe dan model  kepemimpinan. 
Dalam suatu organisasi atau lembaga kepemimpinan merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan oleh organisasi atau lembaga. Kepemimpinan merupakan titik sentral dan penentu kebijakan dari kegiatan yang akan dilaksanakan dalam organisasi atau lembaga. Maka kita harus mengetahui gaya dan tipologi kepemimpiana . 
Setiap model dan pendekatan sesuai dengan zamanya, telah dijadikan unggulan dalam aktivitas organisasi baik bisnis maupun pemerintahan atau sosial. Dewasa ini permasalan organisasi semakin kompleks antara pencapaian tujuan dengan tingkat persaingan yang ketat termasuk dalam dunia pendidikan. Oleh sebab itu setiap organisasi mencari pendekatan yang selaras dengan tuntutan kebutuhan , yang dicirikan praktis, konseptual efektif dan efesien yang mengarah pada produktivitas. Kepemimpinan kedepan diharapkan memiliki visi strategis dan taktis dalam menghadapi era parsaingan dan kemajuan baik ilmu maupun teknologi[12]. Sebagai gambaran tentang kepemimpinan yang dipandang representatif dalam menghadapi perubahan, akan dibahas terlebih dahulu model kepemimpinan
1.      Model kepemipinan transaksional
Pemimpin transaksinal adalah layaknya seorang manajer dan tidak dianggap sebagai pemimpin. Pola hubungan personil-organisasi dalam gaya kepemimpinan transaksional adalah berdasarkan sistem timbal balik yang saling menguntungkan. Gaya kepemimpinan transaksional mandapatkan pa yang diinginkan dan mengenali kebutuhan dasar orang yang dipimpinanya. Kemudian menciptakan hubungan sedemikian rupa, sehingga pemenuhan kebutuhan tersebut disesuaikan dengan jenis dan jenjang jabatany.
2.      Model kepemimpinan transformasional
Kepemimpinan transformasional saebagi suatu proses yang pada dasarnya “para pemimpin dan pengikutnya saling menaikkan diri ke tingkat moralitas dan motivasi yang tinggi. Pemimpinan tranformasional merupakan agen perubahan karena erat kaitanya dengan transformasi yang terjadi dalam organisai. Seorang pemipin transformasional memiliki visi dan misi yang jelas, memiliki gamabaran yang holistik tentang bagaimana gambaran perkembangan organisasi kedepan. [13]
Tipologi dan karakter pemimpin adalah mampu mempengaruhi orang lain sehingga dia bisa menempatkan posisinya dan memerintah orang lain dengan bijak. Menurut Fajrurrahman Juhri[14] ada empat tipologi pemimpin ;
1.      Kepemimpinan tradisional. Biasanya dalam memerintah berdasarkan keinginan rakyat selalu dekat dengan rakyat. Kepemimpinan tradisional secara hukum tidak memiliki legitimasi tetapi secara sosiologi memiliki legitimasi karena masyarakat tunduk, patuh dan secara tradisional masyarakat bisa dipengaruhi dan dikendalikan.
2.      Kepemimpinan kharismatik , pemimpin yang memiliki kharisma sehingga rakyat tunduk  dan patuh karena dianggap memiliki kelebihan yang bisa dilahat dan dinilai oleh rakyatnya.
3.      Pemimpin yang memerintah berdasarkan hukum. Pemimpin ini memiliki legitimasi hukum yang kuat dan bertindak berdasarkan kekuatan hukum
Ada beberapa dimensi yang dijadikan sebagai kerangka dasar bagi pemimpin yang akan mencalonkan diri sebagai pemimpin ;
Pertama dimensi sosiologis bahwa seorang pemimpin harus disukai oleh rakyatnya . kedua dimensi moralitas artinya seoarang pemimpin harus memiliki integritas moral yang kuat sehingga rakyat akan menghargainya. Ketiga dimensi legitimasi yuridis seoarang pemimpin yang memiliki legitimasi hukum, sekalipun rakyatnya tidak suka maka rakyat tidak bisa menjatuhkanya selagi pemimipin tersebut tidak melanggar hukum.
Ketiga dimensi itu harus melekat pada jiwa seorang pemimpin ketika dia memimpin dalam suatu lembaga baik formal maupun nonformal apakah pada level lembaga pendidikan atau non pendidikan.
Pemimpin adalah merupakan jiwa dan nyawanya suatu kelompok atau organisasi, kalau pemimpinaya baik maka baiklah kelompoknya. Sebaliknya kalau pemimpinya rusak maka akan rusaklah kelompok itu, pemimpin merupakan penegak bagi kelompoknya. Untuk bisa merealisakan perananya, menurut  Amir Ma’sum[15]  sebaiknya peimpin harus memiliki kriteria atau tipe sebagai berikut
a.       Harus memahami dengan sungguh-sungguh apa yang ahrus dijalani senagai pemimpin
b.      Ikhlas
c.       Beramal
d.      Berjuang
e.       Berkorban
f.       Ketaatan
g.      Kemantapan
h.      Persaudaraan
i.        Dan percaya diri
Untuk menjadi pemimpin yang baik selain yang dipaparkan diatas, tetapi dia harus memiliki dan memperhatikan pedoman. Menurut Djaswidi al-Hamdani[16] ada enam pedoman yang harus diperhatikan bagi seorang pemimpin, seperti dibawah ini :
a.        Menjunjung tinggi prinsip musyawarah
b.      Membuat kebijaksanaan dan perintah yang baik dan benar
c.       Memiliki pengetahuan yang luas
d.      Ikhlas
e.       Bertanggung jawab
f.       Tidak boros dan melampaui batas
D. Fenomena Kepemimipin Sekarang
Kita sering menyaksikan sikap arogansi pemimpin bukan dengan fisik tapi dalam bentuk kebijakan yang tidak berpihak pada masyarakat kecil. Dia lebih cenderung berpihak pada orang atau kelompok yang punya modal.[17] Padahal pada masa kampeye seribu janji di utarakan kepada khalayak umum – tetapi fakta dilapangan berbeda dengan apa yang dikatakan pada saat kampenya.Hal itu terjadi pada semua level jenjang kepemimpinan. Pada tataran dunia pendidikan terjadi tindakan diskriminatif status antara sekolah swasta dan sekolah negeri termasuk didalamnya masalah pelayanan. Kebijakan didalam menentukan jumlah rombel. Padahal kalau pemimpin yang notabenya memegang kebijakan harusnya memperhatikan sekolah swasta yang kondisinya “ kembang kepis “ bahkan ada yang gulung tikar hanya tak punya murid. Kalau ditinjau dari segi UUD yang merupakan idiologi bangsa Indonesia mereka sekolah swasta sama2 berupaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. 
Gambaran diatas merupakan cerminan dari kepemimpinan yang menggunakan cara pandang yang parsial tidak holistik universal.Kemudian dalam hal pengangkatan kepala sekolah dilingkungan pendidikan juga terjadi kesalah yang sangat fatal. Ketika mengangat kepala sekolah bukan berdasakan kompetensi melainkan besarnya ‘upeti” yang diterima. Hal ini sangat ironi kalau kita tengok ke pada tuntutan Undang-Undang Sisdiknas itu, maka untuk menjadi kepala sekolah haruslah mereka yang betul-betul memenuhi persyaratan, baik itu persyaratan akademik, maupun persyaratan lainnya[18]. Sementara Permen Diknas no. 13 tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah mensyaratkan untuk menjadi kepala sekolah profesional harus kompeten dalam menyusun perencanaan pengembangan sekolah secara sistemik; kompeten dalam mengkoordinasikan semua komponen sistem sehingga secara terpadu dapat membentuk sekolah sebagai organisasi pembelajar yang efektif; kompeten dalam mengerahkan seluruh personil sekolah sehingga mereka secara tulus bekerja keras demi pencapaian tujuan institusional sekolah, kompeten dalam pembinaan kemampuan profesional guru sehingga mereka semakin terampil dalam mengelola proses pembelajaran; dan kompeten dalam melakukan monitoring dan evaluasi sehingga tidak satu komponen sistem sekolah pun tidak berfungsi secara optimal, sebab begitu ada satu saja diantara seluruh komponen sistem sekolah yang tidak berfungsi secara optimal akan mengganggu pelaksanaan fungsi komponen-komponen lainnya. Kompleksitas sekolah sebagai satuan sistem pendidikan menuntut adanya seorang kepala sekolah yang memiliki kompetensi kepribadian, manajerial, kewirausahaan, sipervisi dan sosial.[19].Dari pemaparan diatas begitu beratnya tugas dari seorang pimipin pada level lembaga pendidikan apalagi pada level – level yang lain seperti pemerintahan baik daerah, wilayah, maupun pusat. Jika seorang pemimpin tidak memliki kompetensi maka yang ada pada benak fikiranya adalah bagaimana modal kembali maka yang terjadi adalah tidakan-tindakan merampas hak orang lain. Hal ini sangat jauh dengan teori-teori kepemimpinan yang telah dirumuskan oleh para pemikir dan cendikian dibidangnya.
E. Solusi dan saran
Untuk mengatasi kepincangan nurani yang menimpa semua level kepemimpian maka dibutuhkan sistem kontrol yang maksimal dari semua petugas yang berwenang.
Penilaian kinerja yang obyektif rasional tidak berpegang pada nilai dan pandangan “ kasihan “ yang kemudian disusul dengan sistem gugur jika dalam mas kepemimpianya gagal.
Penegakan hukum yang kuat sehingga tidak terjadi anarkisme syahwati yang cenderung mengumabar keinginan nafsu duniawiah.
Ada pembatasan masa jabatan, kalau seorang pemimpin terlalu lama menjabat maka yang terjdi adalah penyakit firaun bahwa dirinya paling kuat dan memiliki sehingga memunculan sikap arogan dan diktator yang mengarah kepada menghalalkan segala cara. Karena sistem kontrol yang lemah, penegakan hukum yang tumpul dan sikap ewuh pakewuh.
Daftar Pustaka
1.  Ahmad Syafi’i Ma’arif, Prof. Dr : Kepemimpina Muhammadiyah Ketegangan antara Idialisme dan Kenyataan dalam suara Muhammadiyah , penerbit Suara muhammadiyah tahun 2006 Yogyakarta
2.   HM Djaswidi Al-Hamdani , Dr, MPd Pengembangan Kepemimpinan transformasional pada Lembaga Pendidikan Islam. Penerbit Nuansa Aulia tahun 2005 jakarta
3.      Subagio, MPd ; Peran kepala sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan. http://subagio-subagio.blogspot.com/2011/04/peran-kepala-sekolah-dalam-meningkatkan.html

4.  Haedar nashir ; Ahlak Pemimpin Muhammadiyah. Penerbit Suara Muhammadiyah Tahun 2006 Yogyakarta
6.      Fajrurrahman Juhri, Aib Politik Muhammadiyah ; Penerbit Juxtapose Jogyakarta  tahun 2007
7.http://suaidinmath.wordpress.com/2012/02/06/antara-kompetensi-kepala-sekolah-dan-peningkatan-mutu-pendidikan/



[1] TV One  dengan pembicara Prof Dr Azrumadi Azra, manta rektor IAIN Syarief Hidayatullah dengan tema   Gagalnya Indonesia sebagai bangsa  tanggal 8 juli 2012, yang mengomentari atas Penilaian LSM asing.
[2]Prof Dr ahmad Sya’fi’i maarif Kepemimpinan Muhammadiyah Ketegangan antara idialisme dan kenyataan dalam Ahlak Pemimpin Muhammadiyah Penerbit Suara Muhammadiyah tahun 2006
                                                                                               
1
[3] Ibid hal 5  Haedar nashir
[4] Dr HM Djaswidi al-Hamdani, MPd, Strategi Pengembangan kepemimpinan Lembaga pendidikan Islam ; Penerbit Nuansa aulia tahun 2005
[5]Subagio,M.Pd  , Peran kepala sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan

                                                                                                2
[6]Akhmad Sudrajat, http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/21/kompetensi-guru-dan-peran-kepala-sekolah.
3
[7] Ibid Dr HM Djaswidi al-Hamdani, MPd hal 91
[8] Ibid hal 924
[9] Ibdid hal 93
4
[10] Skilledhttp://kepemimpinan-fisipuh.blogspot.com/2009/03/pengertian-pemimpin-dalam-   bahasa.html                                                   
5
[11] Ibid hal 49-50
                                                                                                7
[12] Ibid  Djaswidi al-Hamdani hal 120
[13] Ibid  hal 126
[14] Fajrurrahman Juhri, Aib Politik Muhammadiyah ; Penerbit Juxtapose Jogyakarta  tahun 2007

8
[15] Amir Ma’sum ; Ahlak kepemimpinan dalam kehidupan bermuhammadiyah dalam Ahlak pemimpin Muhammadiyah penerbit Suara Muhammadiyah  jogyakarta tahun 2005
[16] Ibid hal 116-118

10
[17] Catatan pribadi pada saat bedah Buku Selamatkan Indonesia  oleh  Amin Rais di Islamic Center Jl Tuparev Cirebon, Beliau mengupas tentang kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak berpihak pada rakayanya sendiri dan lebih mengutamakan kepentingan asing yang notabenya memiliki modal besar
[18] Ibid  Subagio,M.Pd  , Peran kepala sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan

11
[19] http://suaidinmath.wordpress.com/2012/02/06/antara-kompetensi-kepala-sekolah-dan-peningkatan-mutu-pendidikan/

12

No comments:

Post a Comment